Studi Analisis Kasus Kurangnya Kesadaran Hukum
dan Kepatuhan Hukum dalam Mentaati tanda Jalan Oleh Masyarakat (Studi Kasus
depan Mall Dinoyo)
Untuk memenuhi tugas :
Mata Kuliah :
Sosiologi Hukum
Dosen Pengampu :
Miftah Sholahuddin, M.Hi
Disusun
Oleh :
Ana
Rofiqi (14220044)
JURUSAN HUKUM
BISNIS SYARIAH
FAKULTAS
SYARIAH
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2015
A. Latar Belakang
Hukum mempunyai peran dalam pergaulan hidup
atau bermasyarakat yang bertujuan mewujudkan sebuah masyarakat yang nyaman dan
berkeadilan, namun terkadang pernyataan seperti diatas tidak disadari oleh
sebagian masyarakat. Masih sering kita temukan hukum itu dilanggar oleh orang
yang memang mempunyai kepentingan, atau orang yang masih menganggap tidak
pentingnya sebuah hukum yang ada didalam masyarakat. Orang yang melanggar hukum
inilah yang dalam kajian sosiologi hukum dapat disebut sebagai orang-orang yang
tidak sadar dan tidak patuh hukum.
Untuk dapat melihat perkembangan hukum yang berhubungan
dengan keberadaan dan peanan kesadaran hukum masyarakat, maka kita akan
mendapatkan suatu proses yang sangat panjang. Hukum masyarakat primitif, jelas
merupakan hukum yang sangat berpengaruh, bahkan secara total merupakan
penjelmaan dari hukum masyarakatnya.
B. Metode
Pengumpulan Data
Dalam proses
pengumpulan data penulis akan menggunakan metode pencarian data yang sering
digunakan dalam penulisan karya ilmiah yaitu observasi dan wawancara dengan
pihak yang terkait. Dengan tujuan untuk
melihat fakta hukum dan fakta sosial praktek pemanfaatan alat yang tidak
dilengkapi dengan berbagai ketentuan.
C. Teori tentang
Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum
Achmad Ali,
menyatakan kesadaran hukum, ketaatan hukum dan efektifitas hukum adalah tiga
unsur yang saling berhubungan. sering orang mencampur adukkan antara kesadaran
hukum dan ketaatan hukum, padahal kedua hal itu, meskipun sangat erat
hubungannya, namun tetap tidak persis sama. Kedua unsur itu
memang sangat menentukan efektif atau tidaknya pelaksanaan hukum dan perundang-undangan
di dalam masyarakat[1].
Kesadaran hukum yang dimiliki oleh
warga masyarakat, belum menjamin bahwa warga masyarakat tersebut akan mentaati suatu
aturan hukum atau perundang-undangan. Kesadaran seseorang bahwa mencuri itu
salah atau jahat, belum tentu menyebabkan orang itu tidak melakukan pencurian,
jika pada saat di mana ada tuntutan mendesak, misalnya, kalau dia tidak
mencuri, maka anak satu-satunya yang sedang sakit keras akan meninggal,
karenanya tidak ada biaya pengobatan. Atau contoh lain seseorang
mempunyai kesadaran hukum bahwa melanggar lampu merah di “traffic light” adalah
pelanggaran hukum, dan menyadari pula bahwa hanya polisi yang berwenang untuk
menangkap dan menilangnya, orang itu dengan kesadaran hukumnya tadi belum tentu
tidak melanggar lampu merah.
Ketika orang itu melihat tidak ada
polisi di sekitar traffic light, maka orang itu karena terburu-buru untuk tidak
terlambat menghadiri suatu acara penting, mungkin saja melanggar lampu merah,
sekali lagi dengan kesadaran hukumnya, bahwa dirinya tidak akan tertangkap dan
tidak akan dikenai tilang, karena tidak ada seorang pun polisi di sekitar itu.
Menurut Sudikno Mertokusumo, kesadaran tentang apa hukum itu berarti
kesadaran bahwa hukum itu merupakan perlindungan kepentingan manusia. Bukankah
hukum itu merupakan kaedah yang fungsinya adalah untuk melindungi kepentingan
manusia.
Karena jumlah manusia itu banyak,
maka kepentingannyapun banyak dan beraneka ragam pula serta bersifat dinamis.
Oleh karena itu tidak mustahil akan terjadinya pertentangan antara kepentingan
manusia. Kalau semua kepentingan manusia itu dapat dipenuhi tanpa terjadinya
sengketa atau pertentangan, kalau segala sesuatu itu terjadi secara teratur
tidak akan dipersoalkan apa hukum itu, apa hukumnya, siapa yang berhak atau
siapa yang bersalah[2].
Masalah kesadaran hukum, menurut Selo Sumarjan berkaitan erat
dengan faktor-faktor sebagai berikut :
a.
Usaha-usaha
menanamkan hukum dalam masyarakat, yaitu menggunakan tenaga manusia, alat-alat,
organisasi, dan metode agar masyarakat mengetahui, menghargai, mengakui dan
mentaati hukum
b.
Reaksi
masyarakat yang didasarkan pada sistem nilai-nilai yang berlaku
1.
Hakikat
Kesadaran Hukum
Kesadaran hukum dengan
hukum itu mempunyai kaitan yang erat
sekali. Kesadaran hukum merupakan
faktor dalam penemuan hukum. Bahkan
krabbe menyatakan bahwa sumber segala hukum adalah kesadaran hukum. Dengan
begitu maka yang disebut hukum hanyalah yang memenuhi kesadaran hukum
kebanyakan orang, maka undang-undang yang tidak sesuai dengan kesadaran hukum
kebanyakan orang akan kehilangan kekuatan mengikat.
Dalam kenyataanya ada
beberapa hal secaa include pelu ditekankan dalam pengertian kesadaran hukum:
a)
Kesadaran
tentang apa itu hukum berarti kesadaran bahwa hukum itu merupakan perlindungan
kepentingan manusia. Karena pada prinsipnya hukum merupakan kaedah yang
fungsinya untuk melindungi kepentingan manusia. Pada hakekatnya kesadaran hukum
masyarakat tidak lain merupakan pandangan-pandangan yang hidup di dalam masyarakat
bukanlah semata-mata hanya merupakan produk pertimbangan-pertimbangan menurut
akal saja, akan tetapi berkembang dibawah pengaruh beberapa faktor seperti
agama, ekonomi, politik dan sebagainya. Sebagai pandangan hidup didalam
masyarakat maka tidak bersifat perorangan atau subjektif, akan tetapi merupakan
resultante dari kesadaran hukum yang bersifat subjektif.
b)
Kesadaran
tentang ‘kewajiban hukum kita terhadap orang lain’ berarti dalam melaksanakan
hak akan hukum kita dibatasi oleh hak orang lain terhadap hukum itu. Dengan
begitu dalam kesadaran hukum menganut sikap tenggang rasa/toleransi, yaitu
seseorang harus menghormati dan memperhatikan kepentingan orang lain, dan
terutama tidak merugikan orang lain.
c)
Tentang
adanya atau terjadinya ‘tindak hukum’ berarti bahwa tentang kesadaran hukum itu
baru dipersoalkan atau dibicarakan dalam media elektronik kalau terjadi
pelanggaran hukum seperti: pembunuhan, pemerkosaan, terorisme, KKN dan
sebagainya.
Hukum baru dipersoalkan apabila justru hukum
tidak terjadi, apabila hukum tidak ada atau kebatilan. Kalau segala sesuatu
berlangsung dengan tertib maka tidak akan ada orang mempersoalkan tentang
hukum. Baru kalau terjadi pelanggaran, sengketa, bentrokan atau konflik maka
dipersoalkan apa hukumnya, siapa yang berhak, siapa yang benar dan sebagainya.
Dengan demikian pula kiranya dengan kesadaran hukum.
.
Dengan demikian jelas bahwa
kesadaran hukum pada hakekatnya bukanlah kesadaran akan hukum, tetapi terutama
adalah kesadaran akan adanya atau terjadinya “tindak hukum” atau “onrecht”
Memang kenyataannya ialah bahwa tentang kesadaran hukum itu baru dipersoalkan
atau ramai dibicarakan dan dihebohkan didalam media masa kalau kesadaran hukum
itu merosot atau tidak ada, kalau terjadi pelanggaran-pelanggaran hukum
seperti: pemalsuan ijazah, pembunuhan, korupsi, pungli, penodongan dan
sebagainya.
2.
Indikator-Indikator
Kesadaran Hukum
Terdapat empat indikator kesadaran hukum, yang
masing-masing merupakan suatu tahapan berikutnya, yaitu [4]:
a.
Pengetahuan
hukum
b.
Pemahaman hukum
c.
Sikap hukum
d.
Pola prilaku
hukum
Terdapat kaitan antara kesadaran hukum
dengan kebudayaan hukum. Keterkaitan tersebut dapat dilihat bahwa kesadaran
hukum banyak sekali berkaitan dengan aspek-aspek kehidupan dan perasaan yang
sering kali dianggap faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan antara hukum
dengan pola-pola perilaku manusia dalam masyarakat. Ajaran kesadaran hukum
lebih hanya mempermasalahkan kesadaran hukum yang dianggap sebagai mediator
antar hukum dengan perilaku manusia baik secara individual maupun kolektif.
Oleh karenanya ajaran kesadaran hukum lebih menitik beratkan kepada nilai-nilai
yang berlaku pada masyarakat.
Sistem nilai-nilai akan menghasilkan
patokan-patokan untuk berproses yang bersifat psikologis, antara lain pola-pola
berfikir yang menentukan sikap mental manusia, sikap mental yang pada
hakikatnya merupakan kecenderungan untuk bertingkah laku, membentuk pola-pola
perilaku maupun kaidah-kaidah.
3. Kondisi Kesadaran Hukum Masyarakat
Kondisi suatu masyarakat tehadap kesadaran hukum dapat
kita kemukakan dalam beberapa parameter, anatara lain: ditinjau dari segi
bentuk pelanggaran , segi pelaksanaan hukum, segi jurnalistik, dan segi hukum.
1)
Tinjauan Bentuk Pelanggaran
Bentuk-bentuk pelanggaran yang lagi marak belakangan ini meliputi tindak kriminalitas,
pelanggaran lalu lintas oleh para pengguna motor, pelanggaran HAM, tindak
anarkis, dan terorisme.
2)
Tinjauan Pelaksanaan Hukum
Pelaksanaan hukum yang sekarang ini dapat dikatakan ada
ketegasan sikap terhadap pelanggaran-pelanggran hukum tersebut. Indikator yang
dapat dijadikan parameter adalah banyaknya kasus yang tertunda dan bahkan tidak
surut, laporan-laporan dari masyarakat tentang terjadinya pelanggaran kurang
ditanggapi.
3)
Tinjauan
Jurnalistik
Peristiwa-peristiwa pelanggraran maupun pelaksanaan
hukum hampir setiap hari dapat dibaca dimedia cetak atau media elektronik,
ataupun dapat diakses melalui jaringan internet. Memang harus diakui bahwa
jurnalistik terkadang mengusung sensasi dalam pemberitaan, karena sensasi
menarik perhatian pembaca dan berita tentang pelanggaran hukum dan peradilan
selalu menarik perhatian.
4)
Tinjauan
Hukum
Ditinjau
dari segi hukum, makan dengan makin banyaknya pemberitaan tentang pelanggaran
hukum, kejahatan, dan kebatilan berarti kesadaran akan terjadinya ”onrecht”.
Hal ini juga memberikan implikasi makin berkurangnya toleransi dalam
masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kesadaran hukum masyarakat
sekarang ini menurun, yang mau tidak dapat mengakibatkan merosotnya kewajiban
masyarakat juga.
Menurut Sudikno Mertokusumo, kesadaran hukum
yang rendah cenderung pada pelanggaran hukum, sedangkan makin tinggi
kesadaran hukum seseorang makin tinggi ketaatan hukumnya. Mengingat bahwa hukum adalah
perlindungan terhadap kepentingan manusia, maka menurunnya kesadaran hukum
masyarakat disebabkan karena orang tidak melihat atau menyadari bahwa hukum
melindungi kepentingannya, tidak adanya atau kurangnya pengawasan pada petugas
penegak hukum, sistem pendidikan yang kurang menaruh perhatiannya dalam
menanamkan pengertian tentang kesadaran hukum. Soerjono Soekanto, menambahkan
bahwa menurunya kesadaran hukum masyarakat disebabkan juga karena para pejabat
kurang menyadari akan kewajibannya untuk memelihara hukum dan kurangnya
pengertian akan tujuan serta fungsi pembangunan.
4.
Kepatuhan
Hukum
Dalam berbagai literatur diuraikan bahwa ternyata seseorang menaati hukum
alias tidak melanggar hukum, selain akibat faktor jera atau takut setelah
menyaksikan atau mempertimbangkan kemungkinan sanksi yang diganjarkan terhadap
dirinya jika ia tidak menaati hukum, maka juga bisa saja seseorang menaati
hukum, karena adanya tekanan individu lain atau tekanankelompok. Jika suatu kelompok anutan menentang keras suatu
tindakan yang melanggar hukum, maka akan dapat mencegah seseorang individu
memutuskan untuk menaati suatu aturan hukum karena alasan moral personalnya.
Sebaliknya, seorang individu lainnya, dapat memutuskan tidak menaati suatu
aturan hukum, juga karena alasan moral.
Di dalam realitasnya, berdasarkan konsep H.C
Kelman tersebut, seseorang dapat menaati suatu aturan hukum hanya karena
ketaatan salah satu jenis saja, misalnya hanya taat karena compliance, dan
tidak karena identification atau internalization. Tetapi juga
dapat terjadi, seseorang menaati suatu aturan hukum, berdasarkan dua jenis atau
bahkan tiga jenis ketaatan sekaligus. Selain karena aturan hukum itu memang
cocok dengan nilai-nilai intrinsic yang dianutnya, juga sekaligus ia dapat
menghindari sanksi dan memburuknya hubungan baiknya dengan pihak lain.
Achmad
Ali menambahkan jenis ketaatan hukum, yang disebutnya sebagai teori
ketaatan hukum karena kepentingan. Menurut Achmad Ali, apabila direnungkan
baik-baik, ternyata jika seseorang disodori dengan keharusan untuk memilih,
maka seseorang akan menaati aturan hukum dan perundang-undangan, hanya jika
dalam sudut pandangnya, keuntungan-keuntungan dari suatu ketaatan, ternyata
melebihi biaya-biayanya (pengorbanan yang harus dikeluarkannya). Diakui oleh
Achmad Ali bahwa pandangannya ini dipengaruhi oleh pandangan mazhab hukum
ekonomi, yang memandang berbagai faktor ekonomi sangat memengaruhi ketaatan
seseorang, termasuk di dalamnya, keputusan seseorang yang bertalian dengan
faktor “biaya” atau “pengorbanan”, serta “keuntungan” jika ia menaati hukum;
juga faktor yang turut menentukan taat atau tidaknya seseorang terhadap hukum,
sangat ditentukan oleh asumsi-asumsinya, persepsi-persepsinya serta berbagai
faktor subjektif lain, demikian juga proses-proses yang dengannya seseorang ia
memutuskan apakah ia akan menaati suatu aturan hukum atau tidak. Dalam kaitannya
ini, seyogyanya pembuat perundang-undangan, harus peka untuk berupaya dapat
melakukan prediksi yang akurat, tentang bagaimana orang-orang yang kelak akan
menjadi target peraturan yang dibuatnya, akan bereaksi terhadap peraturan
tersebut, dan olehnya itu, pembuat undang-undang harus secara optimal memiliki
kemampuan menentukan dan mempertimbangkan faktor-faktor yang ikut membentuk
pilihan orang-orang yang akan menjadi sasaran perundang-undangan itu.[5]
D. kontekstualisasi
Kasus


Banyaknya
pelanggaran yang dilakukan oleh para pengendara sepeda motor dengan tidak
memperhatikan tanda jalan seperti yang terjadi pada gambar diatas yang dapat
menyebabkan kecelakaan dan kemacetan jalan. Hal ini menunjukkan bahwa kurangnya
kesadaran hukum yang dimiliki oleh masyarakat yang dapat menimbulkan bahaya
oleh orang lain dan dirinya sendiri.
Oleh karena itu
penulis akan menulis karya ilmiah tentang sosiologi hukum yang berjudul
“Kurangnya Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum dalam Mentaati tanda Jalan Oleh
Masyarakat (Studi Kasus depan Mall Dinoyo)”.
Berdasarkan hasil wawancara dari seorang tukang bejak motor yang selalu
menjadi saksi bisu orang-orang yang melanggar namanya bapak Tukimin yang dapat
disimpulkan bahwa banyak pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan di depan Mall
Dinoyo, dilatar belakangi karna tidak adanya polisi diarea tersebut sehingga
masyarakat berani dalam melanggar hukum itu. Ada
pula dikarenakan orang-orang yang melewati jalan itu untuk menempuh jarak yang
lebih cepat ditempat tujuan, yang mengakibatkan akan terjadi sesuatu keadaan
yang tidak diinginkan oleh orang lain seperti kemacetan, kecelakaan dan
sebagainya. adanya tanda jalan yang sudah dipasang untuk tidak melewati jalan
itu dari arah utara sudah cukup sebagai tanda untuk tidak melewati dan sadar
bahwa tidak boleh melewati jalan itu.
Salah seorang teman saya yang saya
wawancarai mengenai hal ini yang nama panggilannya Indah “menerobos jalan
disitu membuat saya lebih cepat untuk dapat sampai ditempat kos saya, kalau
saya jalan terus didepan ada rambu-rambu lampu merah dan saya jika melewati
jalan situ, saya akan di tilang oleh polisi, makanya saya lebih memilih
menerobos jalan meskipun resikonya tinggi yang penting saya cepat sampainya”,
ujar indah saat saya wawancarai.
E. Analisis Kasus
Secara
sederhana alat bantu jalan yang sering disebut dengan tanda jalan sudah
terpasang dengan rapi. Dengan tujuan untuk menciptakan suasana yang aman bagi
pengendara sepeda motor dan terwujudnya masyarakat yang sadar akan ketaatan
hukum yang sudah berlaku, akan tetapi masih banyak pelanggaran yang dilakukan
oleh sebagian masyarakat kota malang khususnya disekitar kota dinoyo.
Dalam
Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 pembaruan dari Undang-Undang No. 14 Tahun 1992
tentang Lalu Lintas
Ayat 18 yang
berbunyi suatu tanda yang berada dalam permukaan jalan atau diatas permukaan
jalan yang meliputi garis melintang, garis serong, serta lambang yang berfungsi
sebagai peringatan, larangan, perintah, atau petunjuk bagi pengguna jalan.
Dalam pasal 25
ayat 1setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum wajib dilengkapi
dengan perlengkapan jalan berupa
a) Rambu lalu
lintas
b) Marka jalan
c) Alat pemberi
isyarat lalu lintas
d) Alat penerangan
jalan
e) Alat pengendali
dan pengaman pengguna jalan
Pada pasal 57
ayat 2 perlengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bagi sepeda motor berupa
helm standar internasional indonesia[6].
Dalam gambar
diatas sudah jelas bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh pengendara sepeda
motor dengan melanggar tanda jalan yang tidak boleh dilalui atau mengambil
jalan yang bukan jalurnya dengan kata lain mematah jalan yang dapat menyebabkan
kecelakaan dan menimbulkan bagi pengendara yang lain.
Hal ini
membuktikan bahwa masih banyak masyarakat yang belum bisa mengaplikasikan
kesadaran hukum dan kepatuhan hukum dalam mengendari kendaraan pribadinya dan
berdampak negatif dari berbagai segi pandang dan pihak kepolisian harus segera
bertindak secara tegas untuk menangani hal ini demi terwujudnya rasa aman dan
ketertiban jalan.
F.
KESIMPULAN
Banyaknya
pelanggaran yang dilakukan oleh para pengendara sepeda motor dengan tidak
memperhatikan tanda jalan seperti yang terjadi pada gambar diatas yang dapat
menyebabkan kecelakaan dan kemacetan jalan. Hal ini menunjukkan bahwa kurangnya
kesadaran hukum yang dimiliki oleh masyarakat yang dapat menimbulkan bahaya
oleh orang lain dan dirinya sendiri.
Dalam
Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 pembaruan dari Undang-Undang No. 14 Tahun 1992
tentang Lalu Lintas
Ayat 18 yang
berbunyi suatu tanda yang berada dalam permukaan jalan atau diatas permukaan
jalan yang meliputi garis melintang, garis serong, serta lambang yang berfungsi
sebagai peringatan, larangan, perintah, atau petunjuk bagi pengguna jalan.
Masalah kesadaran hukum, menurut Selo Sumarjan berkaitan erat
dengan faktor-faktor sebagai berikut :
a.
Usaha-usaha
menanamkan hukum dalam masyarakat, yaitu menggunakan tenaga manusia, alat-alat,
organisasi, dan metode agar masyarakat mengetahui, menghargai, mengakui dan
mentaati hukum
b. Reaksi masyarakat yang didasarkan pada sistem nilai-nilai yang
berlaku.
c. Jangka waktu penanaman hukum diharapkan dapat memberikan hasil.
Terdapat empat indikator kesadaran hukum, yang
masing-masing merupakan suatu tahapan berikutnya, yaitu :
a.
Pengetahuan
hukum
b.
Pemahaman hukum
c.
Sikap hukum
d.
Pola prilaku
hukum
Kondisi suatu masyarakat tehadap kesadaran hukum dapat
kita kemukakan dalam beberapa parameter, antara lain: ditinjau dari segi bentuk
pelanggan , segi pelaksanaan hukum, segi jurnalistik, dan segi hukum.
G. SARAN
Penegak hukum harus meningkatkan sosialisasi untuk mengurangi angka kemacetan dan kecelakaan. Dengan adanya pasal tersebut masyarakat harus sadar sekaligus patuh terhadap hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Achmad, Menguak Teori
Hukum (Legal Theory) dan Teori
Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence),
Jakarta: Kencana, 2009
Mertokusumo, Sudikno, Meningkatkan
Kesadaran Hukum Masyarakat, Makalah ini adalah Kertas kerja dalam rangka
kerja sama Kampanye Penegakan Hukum antara Fakultas Hukum UGM dengan Kejaksaan
Agung RI tahun 1978. Dikutip dari http://sudiknoartikel.blogspot.com, diakses pada hari senin 23 november 2015, pukul: 20.30
Sumarjan, Selo, Perkembangan
Politik Sebagai Penggerak Dinamika Pembangunan Ekonomi, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1965
Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan
Soekanto, Soerjono, Kesadaran
Hukum dan Kepatuhan Hukum, Jakarta: Rajawali Press, 1982
[1] Achmad Ali, Menguak
Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk
Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 299
[2] Sudikno Mertokusumo, Meningkatkan Kesadaran
Hukum Masyarakat, Makalah ini adalah Kertas kerja dalam rangka kerja sama
Kampanye Penegakan Hukum antara Fakultas Hukum UGM dengan Kejaksaan Agung RI
tahun 1978. Dikutip
dari http://sudiknoartikel.blogspot.com, diakses pada hari senin 23 november 2015,
pukul: 20.30
[3]
Selo Sumarjan, Perkembangan Politik Sebagai Penggerak Dinamika
Pembangunan Ekonomi, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1965), hlm. 26.
[4] Soerjono
Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, (Jakarta: Rajawali Press,
1982), hlm. 140.
[5] Achmad
Ali, Menguak Teori Hukum
(Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interpretasi
Undang-Undang (Legisprudence), (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 347-350
Tidak ada komentar:
Posting Komentar