Jumat, 04 Desember 2015

Studi Analisis Kasus Kurangnya Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum dalam Mentaati tanda Jalan Oleh Masyarakat (Studi Kasus depan Mall Dinoyo)

Untuk memenuhi tugas :

Mata Kuliah                         : Sosiologi Hukum
Dosen Pengampu                 : Miftah Sholahuddin, M.Hi








Disusun Oleh :

Ana Rofiqi                                      (14220044)

JURUSAN HUKUM BISNIS SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2015


A.    Latar Belakang
Hukum mempunyai peran dalam pergaulan hidup atau bermasyarakat yang bertujuan mewujudkan sebuah masyarakat yang nyaman dan berkeadilan, namun terkadang pernyataan seperti diatas tidak disadari oleh sebagian masyarakat. Masih sering kita temukan hukum itu dilanggar oleh orang yang memang mempunyai kepentingan, atau orang yang masih menganggap tidak pentingnya sebuah hukum yang ada didalam masyarakat. Orang yang melanggar hukum inilah yang dalam kajian sosiologi hukum dapat disebut sebagai orang-orang yang tidak sadar dan tidak patuh hukum.
Untuk dapat melihat perkembangan hukum yang berhubungan dengan keberadaan dan peanan kesadaran hukum masyarakat, maka kita akan mendapatkan suatu proses yang sangat panjang. Hukum masyarakat primitif, jelas merupakan hukum yang sangat berpengaruh, bahkan secara total merupakan penjelmaan dari hukum masyarakatnya.
B.     Metode Pengumpulan Data
Dalam proses pengumpulan data penulis akan menggunakan metode pencarian data yang sering digunakan dalam penulisan karya ilmiah yaitu observasi dan wawancara dengan pihak yang terkaitDengan tujuan untuk melihat fakta hukum dan fakta sosial praktek pemanfaatan alat yang tidak dilengkapi dengan berbagai ketentuan.
C.    Teori tentang Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum
Achmad Ali, menyatakan kesadaran hukum, ketaatan hukum dan efektifitas hukum adalah tiga unsur yang saling berhubungan. sering orang mencampur adukkan antara kesadaran hukum dan ketaatan hukum, padahal kedua hal itu, meskipun sangat erat hubungannya, namun tetap tidak persis sama. Kedua unsur itu memang sangat menentukan efektif atau tidaknya pelaksanaan hukum dan perundang-undangan di dalam masyarakat[1].
Kesadaran hukum yang dimiliki oleh warga masyarakat, belum menjamin bahwa warga masyarakat tersebut akan mentaati suatu aturan hukum atau perundang-undangan. Kesadaran seseorang bahwa mencuri itu salah atau jahat, belum tentu menyebabkan orang itu tidak melakukan pencurian, jika pada saat di mana ada tuntutan mendesak, misalnya, kalau dia tidak mencuri, maka anak satu-satunya yang sedang sakit keras akan meninggal, karenanya tidak ada biaya pengobatan. Atau contoh lain seseorang mempunyai kesadaran hukum bahwa melanggar lampu merah di “traffic light” adalah pelanggaran hukum, dan menyadari pula bahwa hanya polisi yang berwenang untuk menangkap dan menilangnya, orang itu dengan kesadaran hukumnya tadi belum tentu tidak melanggar lampu merah.
Ketika orang itu melihat tidak ada polisi di sekitar traffic light, maka orang itu karena terburu-buru untuk tidak terlambat menghadiri suatu acara penting, mungkin saja melanggar lampu merah, sekali lagi dengan kesadaran hukumnya, bahwa dirinya tidak akan tertangkap dan tidak akan dikenai tilang, karena tidak ada seorang pun polisi di sekitar itu.
Menurut Sudikno Mertokusumo, kesadaran tentang apa hukum itu berarti kesadaran bahwa hukum itu merupakan perlindungan kepentingan manusia. Bukankah hukum itu merupakan kaedah yang fungsinya adalah untuk melindungi kepentingan manusia.
Karena jumlah manusia itu banyak, maka kepentingannyapun banyak dan beraneka ragam pula serta bersifat dinamis. Oleh karena itu tidak mustahil akan terjadinya pertentangan antara kepentingan manusia. Kalau semua kepentingan manusia itu dapat dipenuhi tanpa terjadinya sengketa atau pertentangan, kalau segala sesuatu itu terjadi secara teratur tidak akan dipersoalkan apa hukum itu, apa hukumnya, siapa yang berhak atau siapa yang bersalah[2].
Masalah kesadaran hukum, menurut Selo Sumarjan berkaitan erat dengan faktor-faktor sebagai berikut :
a.       Usaha-usaha menanamkan hukum dalam masyarakat, yaitu menggunakan tenaga manusia, alat-alat, organisasi, dan metode agar masyarakat mengetahui, menghargai, mengakui dan mentaati hukum
b.      Reaksi masyarakat yang didasarkan pada sistem nilai-nilai yang berlaku
c.       Jangka waktu penanaman hukum diharapkan dapat memberikan hasil[3].

1.      Hakikat Kesadaran Hukum
Kesadaran hukum dengan hukum itu mempunyai kaitan yang erat sekali. Kesadaran hukum merupakan faktor dalam penemuan hukum. Bahkan krabbe menyatakan bahwa sumber segala hukum adalah kesadaran hukum. Dengan begitu maka yang disebut hukum hanyalah yang memenuhi kesadaran hukum kebanyakan orang, maka undang-undang yang tidak sesuai dengan kesadaran hukum kebanyakan orang akan kehilangan kekuatan mengikat.
Dalam kenyataanya ada beberapa hal secaa include pelu ditekankan dalam pengertian kesadaran hukum:
a)      Kesadaran tentang apa itu hukum berarti kesadaran bahwa hukum itu merupakan perlindungan kepentingan manusia. Karena pada prinsipnya hukum merupakan kaedah yang fungsinya untuk melindungi kepentingan manusia. Pada hakekatnya kesadaran hukum masyarakat tidak lain merupakan pandangan-pandangan yang hidup di dalam masyarakat bukanlah semata-mata hanya merupakan produk pertimbangan-pertimbangan menurut akal saja, akan tetapi berkembang dibawah pengaruh beberapa faktor seperti agama, ekonomi, politik dan sebagainya. Sebagai pandangan hidup didalam masyarakat maka tidak bersifat perorangan atau subjektif, akan tetapi merupakan resultante dari kesadaran hukum yang bersifat subjektif.
b)      Kesadaran tentang ‘kewajiban hukum kita terhadap orang lain’ berarti dalam melaksanakan hak akan hukum kita dibatasi oleh hak orang lain terhadap hukum itu. Dengan begitu dalam kesadaran hukum menganut sikap tenggang rasa/toleransi, yaitu seseorang harus menghormati dan memperhatikan kepentingan orang lain, dan terutama tidak merugikan orang lain.
c)      Tentang adanya atau terjadinya ‘tindak hukum’ berarti bahwa tentang kesadaran hukum itu baru dipersoalkan atau dibicarakan dalam media elektronik kalau terjadi pelanggaran hukum seperti: pembunuhan, pemerkosaan, terorisme, KKN dan sebagainya.

Hukum baru dipersoalkan apabila justru hukum tidak terjadi, apabila hukum tidak ada atau kebatilan. Kalau segala sesuatu berlangsung dengan tertib maka tidak akan ada orang mempersoalkan tentang hukum. Baru kalau terjadi pelanggaran, sengketa, bentrokan atau konflik maka dipersoalkan apa hukumnya, siapa yang berhak, siapa yang benar dan sebagainya. Dengan demikian pula kiranya dengan kesadaran hukum.
 .
Dengan demikian jelas bahwa kesadaran hukum pada hakekatnya bukanlah kesadaran akan hukum, tetapi terutama adalah kesadaran akan adanya atau terjadinya “tindak hukum” atau “onrecht” Memang kenyataannya ialah bahwa tentang kesadaran hukum itu baru dipersoalkan atau ramai dibicarakan dan dihebohkan didalam media masa kalau kesadaran hukum itu merosot atau tidak ada, kalau terjadi pelanggaran-pelanggaran hukum seperti: pemalsuan ijazah, pembunuhan, korupsi, pungli, penodongan dan sebagainya.

2.     Indikator-Indikator Kesadaran Hukum
Terdapat empat indikator kesadaran hukum, yang masing-masing merupakan suatu tahapan berikutnya, yaitu [4]:
a.      Pengetahuan hukum
b.      Pemahaman hukum
c.       Sikap hukum
d.      Pola prilaku hukum

Terdapat kaitan antara kesadaran hukum dengan kebudayaan hukum. Keterkaitan tersebut dapat dilihat bahwa kesadaran hukum banyak sekali berkaitan dengan aspek-aspek kehidupan dan perasaan yang sering kali dianggap faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan antara hukum dengan pola-pola perilaku manusia dalam masyarakat. Ajaran kesadaran hukum lebih hanya mempermasalahkan kesadaran hukum yang dianggap sebagai mediator antar hukum dengan perilaku manusia baik secara individual maupun kolektif. Oleh karenanya ajaran kesadaran hukum lebih menitik beratkan kepada nilai-nilai yang berlaku pada masyarakat.
Sistem nilai-nilai akan menghasilkan patokan-patokan untuk berproses yang bersifat psikologis, antara lain pola-pola berfikir yang menentukan sikap mental manusia, sikap mental yang pada hakikatnya merupakan kecenderungan untuk bertingkah laku, membentuk pola-pola perilaku maupun kaidah-kaidah.

3.      Kondisi Kesadaran Hukum Masyarakat
               Kondisi suatu masyarakat tehadap kesadaran hukum dapat kita kemukakan dalam beberapa parameter, anatara lain: ditinjau dari segi bentuk pelanggaran , segi pelaksanaan hukum, segi jurnalistik, dan segi hukum.
1)      Tinjauan Bentuk Pelanggaran
Bentuk-bentuk pelanggaran yang lagi marak belakangan ini meliputi tindak kriminalitas, pelanggaran lalu lintas oleh para pengguna motor, pelanggaran HAM, tindak anarkis, dan terorisme.
2)      Tinjauan Pelaksanaan Hukum
Pelaksanaan hukum yang sekarang ini dapat dikatakan ada ketegasan sikap terhadap pelanggaran-pelanggran hukum tersebut. Indikator yang dapat dijadikan parameter adalah banyaknya kasus yang tertunda dan bahkan tidak surut, laporan-laporan dari masyarakat tentang terjadinya pelanggaran kurang ditanggapi.
3)      Tinjauan Jurnalistik
Peristiwa-peristiwa pelanggraran maupun pelaksanaan hukum hampir setiap hari dapat dibaca dimedia cetak atau media elektronik, ataupun dapat diakses melalui jaringan internet. Memang harus diakui bahwa jurnalistik terkadang mengusung sensasi dalam pemberitaan, karena sensasi menarik perhatian pembaca dan berita tentang pelanggaran hukum dan peradilan selalu menarik perhatian.
4)      Tinjauan Hukum
Ditinjau dari segi hukum, makan dengan makin banyaknya pemberitaan tentang pelanggaran hukum, kejahatan, dan kebatilan berarti kesadaran akan terjadinya ”onrecht”. Hal ini juga memberikan implikasi makin berkurangnya toleransi dalam masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kesadaran hukum masyarakat sekarang ini menurun, yang mau tidak dapat mengakibatkan merosotnya kewajiban masyarakat juga.

Menurut Sudikno Mertokusumo, kesadaran hukum yang rendah cenderung pada pelanggaran hukum, sedangkan makin tinggi  kesadaran hukum seseorang makin tinggi ketaatan hukumnya. Mengingat bahwa hukum adalah perlindungan terhadap kepentingan manusia, maka menurunnya kesadaran hukum masyarakat disebabkan karena orang tidak melihat atau menyadari bahwa hukum melindungi kepentingannya, tidak adanya atau kurangnya pengawasan pada petugas penegak hukum, sistem pendidikan yang kurang menaruh perhatiannya dalam menanamkan pengertian tentang kesadaran hukum. Soerjono Soekanto, menambahkan bahwa menurunya kesadaran hukum masyarakat disebabkan juga karena para pejabat kurang menyadari akan kewajibannya untuk memelihara hukum dan kurangnya pengertian akan tujuan serta fungsi pembangunan.
4.      Kepatuhan Hukum
Dalam berbagai literatur diuraikan bahwa ternyata seseorang menaati hukum alias tidak melanggar hukum, selain akibat faktor jera atau takut setelah menyaksikan atau mempertimbangkan kemungkinan sanksi yang diganjarkan terhadap dirinya jika ia tidak menaati hukum, maka juga bisa saja seseorang menaati hukum, karena adanya tekanan individu lain atau tekanankelompok. Jika suatu kelompok anutan menentang keras suatu tindakan yang melanggar hukum, maka akan dapat mencegah seseorang individu memutuskan untuk menaati suatu aturan hukum karena alasan moral personalnya. Sebaliknya, seorang individu lainnya, dapat memutuskan tidak menaati suatu aturan hukum, juga karena alasan moral.
Di dalam realitasnya, berdasarkan konsep H.C Kelman tersebut, seseorang dapat menaati suatu aturan hukum hanya karena ketaatan salah satu jenis saja, misalnya hanya taat karena compliance, dan tidak karena identification atau internalization. Tetapi juga dapat terjadi, seseorang menaati suatu aturan hukum, berdasarkan dua jenis atau bahkan tiga jenis ketaatan sekaligus. Selain karena aturan hukum itu memang cocok dengan nilai-nilai intrinsic yang dianutnya, juga sekaligus ia dapat menghindari sanksi dan memburuknya hubungan baiknya dengan pihak lain.
Achmad Ali menambahkan jenis ketaatan hukum, yang disebutnya sebagai teori ketaatan hukum karena kepentingan. Menurut Achmad Ali, apabila direnungkan baik-baik, ternyata jika seseorang disodori dengan keharusan untuk memilih, maka seseorang akan menaati aturan hukum dan perundang-undangan, hanya jika dalam sudut pandangnya, keuntungan-keuntungan dari suatu ketaatan, ternyata melebihi biaya-biayanya (pengorbanan yang harus dikeluarkannya). Diakui oleh Achmad Ali bahwa pandangannya ini dipengaruhi oleh pandangan mazhab hukum ekonomi, yang memandang berbagai faktor ekonomi sangat memengaruhi ketaatan seseorang, termasuk di dalamnya, keputusan seseorang yang bertalian dengan faktor “biaya” atau “pengorbanan”, serta “keuntungan” jika ia menaati hukum; juga faktor yang turut menentukan taat atau tidaknya seseorang terhadap hukum, sangat ditentukan oleh asumsi-asumsinya, persepsi-persepsinya serta berbagai faktor subjektif lain, demikian juga proses-proses yang dengannya seseorang ia memutuskan apakah ia akan menaati suatu aturan hukum atau tidak. Dalam kaitannya ini, seyogyanya pembuat perundang-undangan, harus peka untuk berupaya dapat melakukan prediksi yang akurat, tentang bagaimana orang-orang yang kelak akan menjadi target peraturan yang dibuatnya, akan bereaksi terhadap peraturan tersebut, dan olehnya itu, pembuat undang-undang harus secara optimal memiliki kemampuan menentukan dan mempertimbangkan faktor-faktor yang ikut membentuk pilihan orang-orang yang akan menjadi sasaran perundang-undangan itu.[5]

D.    kontekstualisasi Kasus







Banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh para pengendara sepeda motor dengan tidak memperhatikan tanda jalan seperti yang terjadi pada gambar diatas yang dapat menyebabkan kecelakaan dan kemacetan jalan. Hal ini menunjukkan bahwa kurangnya kesadaran hukum yang dimiliki oleh masyarakat yang dapat menimbulkan bahaya oleh orang lain dan dirinya sendiri.
Oleh karena itu penulis akan menulis karya ilmiah tentang sosiologi hukum yang berjudul “Kurangnya Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum dalam Mentaati tanda Jalan Oleh Masyarakat (Studi Kasus depan Mall Dinoyo)”.
Berdasarkan hasil wawancara dari seorang tukang bejak motor yang selalu menjadi saksi bisu orang-orang yang melanggar namanya bapak Tukimin yang dapat disimpulkan bahwa banyak pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan di depan Mall Dinoyo, dilatar belakangi karna tidak adanya polisi diarea tersebut sehingga masyarakat berani dalam melanggar hukum itu. Ada pula dikarenakan orang-orang yang melewati jalan itu untuk menempuh jarak yang lebih cepat ditempat tujuan, yang mengakibatkan akan terjadi sesuatu keadaan yang tidak diinginkan oleh orang lain seperti kemacetan, kecelakaan dan sebagainya. adanya tanda jalan yang sudah dipasang untuk tidak melewati jalan itu dari arah utara sudah cukup sebagai tanda untuk tidak melewati dan sadar bahwa tidak boleh melewati jalan itu.
Salah seorang teman saya yang saya wawancarai mengenai hal ini yang nama panggilannya Indah “menerobos jalan disitu membuat saya lebih cepat untuk dapat sampai ditempat kos saya, kalau saya jalan terus didepan ada rambu-rambu lampu merah dan saya jika melewati jalan situ, saya akan di tilang oleh polisi, makanya saya lebih memilih menerobos jalan meskipun resikonya tinggi yang penting saya cepat sampainya”, ujar indah saat saya wawancarai.
E.     Analisis Kasus
Secara sederhana alat bantu jalan yang sering disebut dengan tanda jalan sudah terpasang dengan rapi. Dengan tujuan untuk menciptakan suasana yang aman bagi pengendara sepeda motor dan terwujudnya masyarakat yang sadar akan ketaatan hukum yang sudah berlaku, akan tetapi masih banyak pelanggaran yang dilakukan oleh sebagian masyarakat kota malang khususnya disekitar kota dinoyo.
Dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 pembaruan dari Undang-Undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas
Ayat 18 yang berbunyi suatu tanda yang berada dalam permukaan jalan atau diatas permukaan jalan yang meliputi garis melintang, garis serong, serta lambang yang berfungsi sebagai peringatan, larangan, perintah, atau petunjuk bagi pengguna jalan.
Dalam pasal 25 ayat 1setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan jalan berupa
a)      Rambu lalu lintas
b)     Marka jalan
c)      Alat pemberi isyarat lalu lintas
d)     Alat penerangan jalan
e)      Alat pengendali dan pengaman pengguna jalan
Pada pasal 57 ayat 2 perlengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bagi sepeda motor berupa helm standar internasional indonesia[6].
Dalam gambar diatas sudah jelas bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh pengendara sepeda motor dengan melanggar tanda jalan yang tidak boleh dilalui atau mengambil jalan yang bukan jalurnya dengan kata lain mematah jalan yang dapat menyebabkan kecelakaan dan menimbulkan bagi pengendara yang lain.
Hal ini membuktikan bahwa masih banyak masyarakat yang belum bisa mengaplikasikan kesadaran hukum dan kepatuhan hukum dalam mengendari kendaraan pribadinya dan berdampak negatif dari berbagai segi pandang dan pihak kepolisian harus segera bertindak secara tegas untuk menangani hal ini demi terwujudnya rasa aman dan ketertiban jalan.














F.     KESIMPULAN
Banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh para pengendara sepeda motor dengan tidak memperhatikan tanda jalan seperti yang terjadi pada gambar diatas yang dapat menyebabkan kecelakaan dan kemacetan jalan. Hal ini menunjukkan bahwa kurangnya kesadaran hukum yang dimiliki oleh masyarakat yang dapat menimbulkan bahaya oleh orang lain dan dirinya sendiri.
Dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 pembaruan dari Undang-Undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas
Ayat 18 yang berbunyi suatu tanda yang berada dalam permukaan jalan atau diatas permukaan jalan yang meliputi garis melintang, garis serong, serta lambang yang berfungsi sebagai peringatan, larangan, perintah, atau petunjuk bagi pengguna jalan.
Masalah kesadaran hukum, menurut Selo Sumarjan berkaitan erat dengan faktor-faktor sebagai berikut :
a.       Usaha-usaha menanamkan hukum dalam masyarakat, yaitu menggunakan tenaga manusia, alat-alat, organisasi, dan metode agar masyarakat mengetahui, menghargai, mengakui dan mentaati hukum
b.      Reaksi masyarakat yang didasarkan pada sistem nilai-nilai yang berlaku.
c.       Jangka waktu penanaman hukum diharapkan dapat memberikan hasil.
Terdapat empat indikator kesadaran hukum, yang masing-masing merupakan suatu tahapan berikutnya, yaitu :
a.      Pengetahuan hukum
b.      Pemahaman hukum
c.       Sikap hukum
d.      Pola prilaku hukum
Kondisi suatu masyarakat tehadap kesadaran hukum dapat kita kemukakan dalam beberapa parameter, antara lain: ditinjau dari segi bentuk pelanggan , segi pelaksanaan hukum, segi jurnalistik, dan segi hukum.

G.    SARAN
Penegak hukum harus meningkatkan sosialisasi untuk mengurangi angka kemacetan dan kecelakaan. Dengan adanya pasal tersebut masyarakat harus sadar sekaligus patuh terhadap hukum.





















DAFTAR PUSTAKA
Ali, Achmad, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Jakarta: Kencana, 2009
Mertokusumo, Sudikno, Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat, Makalah ini adalah Kertas kerja dalam rangka kerja sama Kampanye Penegakan Hukum antara Fakultas Hukum UGM dengan Kejaksaan Agung RI tahun 1978. Dikutip dari http://sudiknoartikel.blogspot.com, diakses pada hari senin 23 november 2015, pukul: 20.30
Sumarjan, Selo, Perkembangan Politik Sebagai Penggerak Dinamika Pembangunan Ekonomi, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1965
Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan             
Soekanto, Soerjono, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Jakarta: Rajawali Press, 1982















[1] Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 299
[2] Sudikno Mertokusumo, Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat, Makalah ini adalah Kertas kerja dalam rangka kerja sama Kampanye Penegakan Hukum antara Fakultas Hukum UGM dengan Kejaksaan Agung RI tahun 1978. Dikutip dari http://sudiknoartikel.blogspot.com, diakses pada hari senin 23 november 2015, pukul: 20.30
[3] Selo Sumarjan, Perkembangan Politik Sebagai Penggerak Dinamika Pembangunan Ekonomi, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1965), hlm. 26.

[4] Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, (Jakarta: Rajawali Press, 1982), hlm. 140.
[5] Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 347-350
[6] Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar